Warga Medan mana lagi yang tidak mengetahui Kesultanan Serdang. Sebuah kesultanan yang berdiri lebih dari dua abad, sejak tahun 1723 hingga 1946, yang awal mulanya dipimpin oleh Tuanku Umar. Pada masanya, kesultanan memiliki fungsi sebagai Kepala Pemerintah, Kepala Agama Islam (Khalifatullahfi’lard), dan Kepala Adat Istiadat (kebudayaan).

Tentu saja, peninggalan-peninggalan bersejarah dari kesultanan ini masih ada dan salah satunya Pesanggrahan Sultan Serdang, yaitu sebuah pesanggrahan bekas Sultan Sulaiman Shariful Alamsyah yang merupakan Sultan Serdang kelima. Pesanggrahan ini satu-satunya peninggalan bersejarah yang masih ditemukan di wilayah Kecamatan Gunung Meriah tepatnya di Desa Paribuan, Gunung Meriah. Pesanggrahan yang memiliki luas lahan 74.000 meter persegi dan luas bangunan 142 meter persegi ini, berdiri sejak tahun 1723-1946 Masehi.
Sejarah Pesanggrahan Sultan Sulaiman
Awal mula berdirinya Pesanggrahan Sultan Sulaiman ini karena hasil kerapatan (peradilan) Dusun di Bangun Purba yang diketuai langsung oleh Sultan Sulaiman yang akhirnya diwujudkan dengan membangun pesanggrahan. Lokasi pesanggrahan berjarak 76 km dari tempat tinggal resmi Sultan, yakni Istana Darul Arif Kota Galuh, yang kala itu merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Serdang.
Gunung Paribuan termasuk bagian dari Bangun Purba. Oleh karena itu, Sultan membuka hutan dan membangun jalan di Gunung Paribuan untuk pemukiman rakyat Batak Timur dan Senembah. Mereka yang bermukim di Gunung Paribuan ini merupakan penduduk migrasi dari kampung Paribuan sekitar Danau Toba dan memilih menjadi kawula Serdang. Sultan menabalkan Paribuan sebagai nama kampung ini untuk mengingat asal mereka. Sebagai ungkapan kasih sayang kepada Sultan, masyarakat bergotong royong membangun istana (pesanggrahan) untuk peristirahatan Sultan tatkala mengunjungi mereka.
Pemilihan lokasi di atas bukit tertinggi merupakan representasi mereka memuliakan Sultan. Walaupun kemudian hari sebutan istana berubah menjadi pesanggrahan. Namun, dalam alam pikir mereka suatu bangunan tempat Sultan berdiam diri adalah istana. Dalam kosmologi mereka, istana yang dibangun untuk Sultan di atas bukit merupakan orientasi pengembangan lingkungan sekitar istana yang meniru sistem tata surya yang bersifat heliosentris. Istana diandaikan sebagai matahari, sedangkan pemukiman penduduk, sawah, dan ladang yang tersebar mengelilingi istana ibarat benda-benda langit yang mengitari matahari. Letak bangunan di atas bukit tertinggi diselimuti kabut misteri atau menebarkan aroma mistis atau keramat di tempat ini.
Nungkat Silangit yang merupakan tokoh adat serta keturunan Perbapaan Desa Peribuan, mengatakan bahwa pesanggrahan ini pernah diduduki oleh ‘gerombolan liar’ yang menyerbu Desa Paribuan pada masa Revolusi Sosial Maret 1946 dan kemudian dibakar habis pada Agresi Belanda 1947. Itulah mengapa saat ini hanya menyisakan pondasi dan sisa dapur serta anak tangga saja.
Fungsi Pesanggrahan Sultan Sulaiman
Pada masanya, pesanggrahan ini sering di kunjungi oleh Sultan Sulaiman saat acara pesta panen rakyat tiba. Pasalnya, pesanggrahan ini dipakai untuk mengadakan pertemuan dengan para Sibayak atau pendiri kampung dan Perbapaan atau Ketua Adat Batak Timur untuk bertatap muka langsung dengan Sultan Sulaiman untuk melaporkan situasi Serdang Hulu dan keluh kesah rakyat.
Imam Mahdi yang merupakan anggota bagian Museum Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) mengatakan bahwa dengan adanya pesanggrahan di daerah Gunung Meriah berarti kekuasaan Kesultanan Serdang sangatlah luas. Karena memang salah satu tujuan dari dibangunnya pesanggrahan di Desa Paribuan itu ialah untuk menyebarluaskan wilayah kekuasaan Kesultanan Serdang sampai ke wilayah gunung, yang di mana dahulu dinamakan dengan batak timur.
Rencana Revitalisasi
Irwanta Tarigan yang merupakan penjaga Pesanggrahan Sultan Sulaiman mengatakan walaupun sekarang bangunannya hanya tinggal pondasi, cucu dari Sultan Sulaiman juga masih sering mengunjungi tempat ini, terlebih sejak beberapa tahun silam. Karena keluarga Sultan serta pemerintah berencana untuk membangun kembali pesanggrahan ini agar bisa dikunjungi masyarakat yang ingin tahu sejarah Pesanggrahan Sultan Deli ini.
“Yang sering datang kemari itu cucunya Sultan, karena rencananya mau dibangun kembali persis seperti bangunan ini dahulunya, agar sejarah bangunannya bisa dikenang,” kata Anggota Dewan Permasyarakatan Desa (DPD) Paribuan itu.
Salah seorang masyarakat yang tinggal di Desa Paribuan juga menambahkan kalau rencana pembangunan ini sudah ada sejak 2021 silam. “Rencananya tahun ini memang mau dibangun lagi sekitar bulan Mei, awalnya ingin dibangun kembali di tahun 2021. Namun, karena Covid-19 jadi tertunda. Karena ini juga dari pemerintahan, jadi akan dibuat seperti wisata pemerintahan,” tambahnya.
Namun, Imam Mahdi mengatakan bahwa rencana pembuatan replika pesanggrahan Sultan Sulaiman sampai saat ini masih belum ada kelanjutan yang signifikan karena kendala di biaya akomodasi. Tetapi, sejak 2021 silam sisa bangunan ini sudah menjadi cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah.
Dengan adanya bangunan Pesanggrahan Sultan Deli sampai ke Desa Paribuan, Gunung Meriah ini, menjadi saksi bahwa Kesultanan Deli sangatlah luas. Tidak heran kalau warga +62 saat ini suka bercanda dan menyebutkan orang yang dianggap kaya dengan sebutan ‘Sultan’